Hadits Kesepuluh:
Bahaya Kemewahan
Dari Ali bin Abi Thalib Ra.;
Dari Ali bin Abi Thalib Ra.;
Bahwasanya kami sedang duduk bersama Rasulullah Shallallahu‘Alaihi wa Sallam di dalam masjid. Tiba-tiba datang Mus'ab bin Umair Ra .. dan tidak ada dibadannya kecuali hanya selembar selendang yang bertambal dengan kulit.
Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melihat kepadanya. Baginda menangis dan meneteskan air mata karena mengenangkan kemewahan Mus'ab ketika berada di Mekkah dahulu (karena sangat dimanjakan oleh ibunya), dan karena memandang nasib Mus'ab sekarang (ketika berada di Madinah sebagai seorang Muhajirin yang meninggalkan segala harta benda dan kekayaan di Mekkah).
Kemudian Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, "Bagaimanakah keadaan kamu pada suatu hari nanti, pergi di waktu pagi dengan satu pakaian, dan pergi di waktu sore dengan pakaian yang lain pula. Dan bila diberikan satu hidangan, diletakkan pula satu hidangan yang lain. Dan kamu menutupi (menghias) rumah kamu sebagaimana kamu memasang kelambu Ka’bah?.
Maka jawab sahabat, "Wahai Rasulullah, tentunya keadaan kami di waktu itu lebih baik dari pada keadaan kami di hari ini. Kami akan memberikan perhatian sepenuhnya kepada masalah ibadat saja dan tidak bersusah payah lagi untuk mencari rezeki".
Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, "Tidak! Keadaan kamu hari ini adalah lebih baik daripada keadaan kamu pada hari itu".
(HR. Tirmizi)
Keterangan
Dalam Hadits ini Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menerangkan umatnya pada suatu waktu akan mendapat kekayaan dan kelapangan dalam kehidupan.
Di waktu pagi memakai satu pakaian dan di waktu sore memakai pakaian yang lain pula. Hidangan makan tak putus-putus.
Rumah-rumah mereka indah dan dihias dengan beraneka ragam perhiasan. Dalam keadaan demikian kita juga mungkin akan berkata seperti perkataan sahabat; di mana kalau segalanya sudah beres, maka mudahlah hendak melaksanakan ibadat.
Tetapi Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan,"Keadaan serba kekurangan itu adalah lebih baik untuk kita," artinya lebih memberikan kesempatan untuk kita melakukan ibadat.
Kemewahan hidup banyak menghalangi seseorang dari berbuat ibadat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti yang berlaku hari ini.
Segala yang kita miliki walaupun tidak melebihi keperluan, namun rasanya sudah mencukupi.
Tetapi, bila dibandingkan dengan kehidupan para sahabat, kita jauh lebih mewah dari mereka, sedangkan ibadat kita sangat jauh ketinggalan.
Kekayaan dan kemewahan yang ada, sering kali menyibukkan dan menghalangi kita dari berbuat ibadah.
Kita sibuk mengumpulkan harta, juga sibuk menjaganya dan sibuk untuk menambah lebih banyak lagi.
Tidak ubahnya seperti apa yang pernah disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Seandainya seorang anak Adam itu telah mempunyai satu lembah emas, dia berhasrat untuk mencari lembah yang kedua, sehingga ia dimasukkan ke dalam tanah (menemui kematian).”
Begitulah gambaran kerakusan manusia dalam mengumpulkan harta kekayaan.
Ia senantiasa mencari dan menambah, sehingga ia menemui kematian.
Maka ketika itu, barulah ia menyadari diri dengan seribu satu penyesalan.
Tetapi waktu itu penyesalan sudah tidak berguna lagi, Oleh karena itu, janganlah kita lupa daratan dalam mencari harta kekayaan.
Tak peduli halal atau haram, yang penting harta dapat dikumpulkan.
Tak peduli waktu shalat, bahkan semua waktu digunakan untuk mengumpulkan kekayaan.
Biarlah kita mencari harta benda dunia pada batas-batas keperluan. Kalau berlebihan bisa digunakan untuk menolong orang lain yang kurang berkemampuan dan sering-seringlah bersedekah, sebagai simpanan untuk hari akhirat.
Orang yang bijaksana adalah orang yang mempunyai perhitungan untuk waktu akhiratnya dan ia menjadikan dunia ini tempat bertanam dan akhirat tempat memetik buahnya.
Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melihat kepadanya. Baginda menangis dan meneteskan air mata karena mengenangkan kemewahan Mus'ab ketika berada di Mekkah dahulu (karena sangat dimanjakan oleh ibunya), dan karena memandang nasib Mus'ab sekarang (ketika berada di Madinah sebagai seorang Muhajirin yang meninggalkan segala harta benda dan kekayaan di Mekkah).
Kemudian Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, "Bagaimanakah keadaan kamu pada suatu hari nanti, pergi di waktu pagi dengan satu pakaian, dan pergi di waktu sore dengan pakaian yang lain pula. Dan bila diberikan satu hidangan, diletakkan pula satu hidangan yang lain. Dan kamu menutupi (menghias) rumah kamu sebagaimana kamu memasang kelambu Ka’bah?.
Maka jawab sahabat, "Wahai Rasulullah, tentunya keadaan kami di waktu itu lebih baik dari pada keadaan kami di hari ini. Kami akan memberikan perhatian sepenuhnya kepada masalah ibadat saja dan tidak bersusah payah lagi untuk mencari rezeki".
Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, "Tidak! Keadaan kamu hari ini adalah lebih baik daripada keadaan kamu pada hari itu".
(HR. Tirmizi)
Keterangan
Dalam Hadits ini Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menerangkan umatnya pada suatu waktu akan mendapat kekayaan dan kelapangan dalam kehidupan.
Di waktu pagi memakai satu pakaian dan di waktu sore memakai pakaian yang lain pula. Hidangan makan tak putus-putus.
Rumah-rumah mereka indah dan dihias dengan beraneka ragam perhiasan. Dalam keadaan demikian kita juga mungkin akan berkata seperti perkataan sahabat; di mana kalau segalanya sudah beres, maka mudahlah hendak melaksanakan ibadat.
Tetapi Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan,"Keadaan serba kekurangan itu adalah lebih baik untuk kita," artinya lebih memberikan kesempatan untuk kita melakukan ibadat.
Kemewahan hidup banyak menghalangi seseorang dari berbuat ibadat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti yang berlaku hari ini.
Segala yang kita miliki walaupun tidak melebihi keperluan, namun rasanya sudah mencukupi.
Tetapi, bila dibandingkan dengan kehidupan para sahabat, kita jauh lebih mewah dari mereka, sedangkan ibadat kita sangat jauh ketinggalan.
Kekayaan dan kemewahan yang ada, sering kali menyibukkan dan menghalangi kita dari berbuat ibadah.
Kita sibuk mengumpulkan harta, juga sibuk menjaganya dan sibuk untuk menambah lebih banyak lagi.
Tidak ubahnya seperti apa yang pernah disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Seandainya seorang anak Adam itu telah mempunyai satu lembah emas, dia berhasrat untuk mencari lembah yang kedua, sehingga ia dimasukkan ke dalam tanah (menemui kematian).”
Begitulah gambaran kerakusan manusia dalam mengumpulkan harta kekayaan.
Ia senantiasa mencari dan menambah, sehingga ia menemui kematian.
Maka ketika itu, barulah ia menyadari diri dengan seribu satu penyesalan.
Tetapi waktu itu penyesalan sudah tidak berguna lagi, Oleh karena itu, janganlah kita lupa daratan dalam mencari harta kekayaan.
Tak peduli halal atau haram, yang penting harta dapat dikumpulkan.
Tak peduli waktu shalat, bahkan semua waktu digunakan untuk mengumpulkan kekayaan.
Biarlah kita mencari harta benda dunia pada batas-batas keperluan. Kalau berlebihan bisa digunakan untuk menolong orang lain yang kurang berkemampuan dan sering-seringlah bersedekah, sebagai simpanan untuk hari akhirat.
Orang yang bijaksana adalah orang yang mempunyai perhitungan untuk waktu akhiratnya dan ia menjadikan dunia ini tempat bertanam dan akhirat tempat memetik buahnya.